Kesempatan yang cukup langka, bisa berkesempatan
mengeksplorasi potensi Kabupaten termuda di Kalimantan Timur, Kabupaten Mahakam
Ulu. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat, pada
tahun 2012. Kabupaten ini memang belum lama berdiri, dan saat ini pun masih
dipimpin oleh Pejabat Sementara, dimana pemilihan Bupati baru akan dilaksanakan
pada tahun 2015. Selama akhir Juni hingga awal Juli, saya sedikit mengubek-ubek
pedalaman yang dilintasi oleh sungai Mahakam, sungai terbesar di Provinsi
Kalimantan Timur.
Selamat datang di Mahakam Ulu. Nadi perekonomian Mahakam Ulu
sangat bergantung pada keberadaan sungai Mahakam. Untuk mencapai Ibukota
Kabupaten ini, yaitu Ujoh Bilang, kita perlu datang ke Melak, kemudian
melanjutkan perjalanan menuju Tering, yaitu dermaga yang berada di sebelah
Barat kota Melak. Perjalanan menuju Ujoh Bilang ditempuh dengan menggunakan
speed boat, mengingat jalan darat hingga ke ibukota kabupaten tersebut belum
sepenuhnya tersambung dengan jalan raya. Perjalanan dengan menggunakan speed
boat ditempuh selama 4 jam, karena speed boat harus melawan arus menuju hulu
Mahakam. Di tengah perjalanan, kami berhenti di “rest area” di Datah Dawai, dan
saya mencicipi makanan setempat, gule daging rusa dan tempoyak, alias
fermentasi durian, yang rasanya tidak terlalu kuat dibanding tempoyak yang
pernah saya coba di Jambi.
Kabupaten ini mempunyai 5 kecamatan yang cukup besar, yaitu
Laham yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kalbar, Long Hubung , Long
Bagun yang menjadi ibukota kabupaten Mahakam Ulu, Long Pahangai yang berada di
Utara berbatasan dengan Malinau dan Serawak, dan serta Long Apari yang berada
paling jauh dan berbatasan dengan Serawak dan Kalbar. Saya tergabung dalam tim,
dimana kami harus memetakan potensi mineral dan batubara di Kabupaten yang
mempunyai luas mencapai 18rb meter persegi.
Sebenarnya, bukan hanya mineral dan batubara yang berada di
lokasi ini. Banyak potensi lain yang dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah
sebagai potensi dan asetnya. Eksplorasi minyak bumi pernah dilakukan oleh
Belanda pada tahun 1930-an, namun rig, kompresor dan peralatan lain terpakasa
harus ditinggalkan karena adanya pendudukan oleh Jepang. Dilaporkan juga oleh penduudk,
adanya gas yang keluar dari tanah, yang saya perkirakan itu adalah gas metana,
yang berada di Formasi pembawa batubara.
Foto Eksplorasi Mahakam Ulu oleh Belanda
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat#mediaviewer/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Groepsportret_van_controleur_J.P.J._Barth_met_zijn_reisgevolg_tijdens_de_bestuursvestiging_in_het_Dajakgebied_aan_de_Boven_Mahakam_Midden-Borneo._TMnr_60010382.jpg
Sebelum kita masuk ke Ujoh Bilang, kita akan menjumpai
singkapan batugamping yang sangat tinggi di tepi kanan darii arah Tering, yang
disebut sebagai batu dinding. Batu dinding merupakan batu gamping yang
menunjukkan adanyafosil yang berukuran mikro, namun sebenarnya tidak semuanya
berukuran mikro. Beberapa di antaranya masih bisa kita lihat dengan mata
telanjang. Menurut legenda, batu dinding ini adalah akibat adanya pesta adat
yang dilanggar, karena hewan ikut serta dalam pesta adat dayak tersebut. Dewa pun marah, dan
menjatuhkan batu hanya di satu kampung tersebut, yang sekarang disebut sebagai
batu dinding.
Jika menilik potensi mineral, memang kabupaten Mahakam Ulu
ketiga kriteria yang diperlukan untuk terbentuknya endapan. Adanya sumber,
perangkap, dan media, membuat potensi mineral, terutama yang berhubungan dengan
emas alluvial sangat mudah ditemukan di sepanjang sungai Mahakam. Namun, bukan
kegiatan eksplorasi jika tidak menemukan sumber-nya. Intrusi sintang yang berada di sekitar sungai Mahakam, serta
adanya granit Era, diperkirakan menjadi sumber adanya potensi emas yang
melimpah di sepanjang sungai. Hampir semua anak sungai bermuara ke Sungai
Mahakam, sebut saja sungai Boh, sungai Meraseh, sungai Oga, sungai Alan, sungai
Ratah, dan sungai Nyerimbungan, semua nya menjadi media transportasi emas yang
terbawa ke sungai. Mencari sumber emas bukan pekerjaan yang mudah. Tutupan
lahan yang didominasi oleh semak belukar dan pepohonan, serta kemiringan lereng
yang cukup ekstrim, membuat eksplorasi potensi mineral, terutama emas menjadi
tantangan tersendiri. Namun, saya cukup menikmati kegiatan eksplorasi ini,
mengingat insting kita sebagai seorang eksplorer benar-benar diasah, karena
kita berada di perbatasan dengan Negara lain, yang harga komoditinya sangat
jauh lebih mahal di banding lokasi lain.
Sebagai gambaran, untuk sekali makan nasi dengan lauk dan
sayur, anda memerlukan 30rb rupiah. Mash normal? Mungkin ini yang membuat anda
tercengang. Air mineral gelas 2rb rupiah, bensin bervariasi dari 10rb rupiah di
Ujoh Bilang, 15rb rupiah di Long Pahangai, dan mencapai 20rb rupiah di Long
Apari. Hmmmmm, cukup mencengangkan
bukan? Selamat datang di daerah perbatasan.
Orang-orang disini mungkin sudah terbiasa dengan harga yang cukup
mencengangkan untuk kebanyakan orang-orang yang terbiasa hidup di kota dengan
segala kemudahannya. Yap, kita harus banyak bersyukur, bahwa di tempat yang kita
diami, harga komoditasnya mungkin tidak akan semahal ini. Sehingga, boleh saja
saya berpendapat, bahwa seharusnya dengan harga yang seperti ini, subsidi bahan
bakar dan pembangunan harusnya diutamakan ke penduduk di daerah perbatasan
seperti ini, bukan terpusat di Jawa.Jika harga bensin naik, selalu orang-orang
di perkotaan yang demonstrasi. Wong yang di perbatasan dari dulu harga sudah
membumbung tinggi juga tidak pernah protes. Yah yah, Indonesia belum merdeka
juga ternyata…
Untuk potensi batubara, memang ada potensi batubara, karena
memang di daerah ini sedikit termasuk ke dalam Cekungan Kutai. Potensi batubara
di sungai Medang, sungai Betunuung dan
sungai Mahakam, terutama berlokasi di Kampung Mamahak. Jumlahnya memang harus
di eksplorasi lebih lanjut dengan eksplorasi yang lebih detail, namun saya
sangat tertarik pada struktur geologi yang ada di lokasi ini. Memang, lokasi
yang saya jumpai berada di zona lipatan, batubara seperti kue lapis yang sudah
diacak-acak saja. Belum lagi saya sempat merenung, bagaimana bisa ada batubara
dengan rank yang rendah, gambut mungkin, berada di antara dua seam batubara
yang sudah lebih mature. Periode
pembatubaraan yang berbeda saya rasa, yaitu ketika batubara seam tengah
terbentuk, belum sepenuhnya menjadi batubara, sehingga hanya menjadi dirty
coal.
Dari 5 kecamatan, saya sudah cukup banyak berinteraksi
dengan potensi Long Bagun, dan sedikit saja melihat dari dekat Kecamatan Long
Pahangai. Ingin rasanya saya kembali lagi ke Long Pahangai yang berada di
Utara, terutama ingin melihat lagi riam pernah saya lalui, dan membuat saya
menganga, mengingat motoris, atau nahkoda speedboat sangat cekatan melewati
riam atau jeram yang berbahaya, karena kami melawan arus. Konon katanya, setiap
tahun ada saja kecelakaan yang meminta korban nyawa di riam-riam tersebut,
sehingga tidak sembarang orang berani melewati riam menuju Long Pahangai,
maupun Long Apari. Saya sendiri sempat mengabadikan, betapa ganasnya riam yang
diterjang oleh speedboat. Memang, alam bukan untuk di lawan, namun untuk
dipahami.
Semoga saja, nanti saya bisa kembali lagi ke tempat ini,
entah kenapa ada satu potensi yang banyak dibicarakan dan diteliti oleh
peneliti sebelumnya, namun selalu berakhir dengan cerita yang kurang
menyenangkan, potensi uranium. Hmmmm, uranium dalam granit membuat saya ingin
belajar lebih dalam tentang endapan ini. Di salah satu riam itulah, yang secara
tidak sengaja saya lewati ketika saya menuju Datah Dawai, ternyata batuannya
adalah granit yang mengandung uranium. Damn, saya tidak sadar, dan baru tahu
setelah saya di basecamp lagi.Disana saya hanya terlongok, kenapa ya batuan
yang besar-besar ini berwarna hitam kemerah-merahan. Semoga saja saya masih bisa
mampir kesana. Sampai jumpa Mahakam Ulu, semoga kelak resmi menjadi Kabupaten
baru.
Ada beberapa foto lapangan, edisi dibuang sayang, warnanya menarik seperti mangga, harum juga,, ternyata, aseeeem buanget... selamat menikmati buah Pangin dari pedalaman Mahakam
Tangkapan lokal, namanya ikan jelawat,,, bukan jerawat ya... :D
Mejeng setelah bos-bos koordinator lapangan diinterview untuk siaran di RRI perbatasan