Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.
§ Materi kuliah
boleh untuk
disebarluaskan HANYA
untuk keperluan pendidikan dan
bukan untuk
keperluan komersial, dengan tetap
menyebut penulis awal sebagai penghargaan Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
§ NB:
Semuagambar/
garis yang ada di slide perkuliahantelahsayagambarulanguntukkeperluanperkuliahanatauberasaldarikoleksifoto/
sampelpribadikecualidiindikasikandengansitasi
Tutorial ini bertujuan untuk membubuhi skala pada gambar.
1. Install software ImageJ yang dapat di download secara gratis di laman ini
2. Buka gambar yang akan diberikan skala dengan menggunakan menu File > open.
3. Kita harus mendefinsikan skala terlebih dahulu untuk gambar akan kita proses. Pada gambar di bawah, saya membuat garis lurus yang dari angka 0 hingga 1 cm pada penggaris, dengan cara mengklik gambar garis (straight line). Setelah garis lurus selesai dibuat, klik ""Analyze > measure 4. Akan keluar menu box yang menunjukkan nilai mean, median, max, angle dan length. Kita hanya akan fokus pada Panjang garis, sehingga hanya akan menggunakan menu "length." Jika tampilan dalam tutorial ini, maka pembaca dapat mengeluarkan opsi lain pada "analyze > set measurements." Saya biasanya menggunakan opsi perimeter untuk mengukur keliling dari suatu obyek (biasanya bermanfaat untuk studi saya pada inklusi fluida --> detail ada link laman ini ) 5. Setelah mengetahui Panjang dalam satuan pixels, kita konversi Panjang 1 cm pada penggaris tersebut ke dalam pixel. Kita gunakan menu "analyze > set scale" 6. Kita tahu bahwa 1 cm = 1020 pixel, sehingga kita masukkan data pengukuran tersebut ke dalam kolom. Jika kita ingin menunjukkan satuan panjang dalam ukuran centimeter, kita cukup tulis cm. Jika akan menampilkan skala dalam meter, cukup tulis m pada kolom unit of length. 7. Langkah sudah hampir selesai, kita munculkan skala dengan menggunakan opsi "analyze > tools > scale bar" 8. Atur posisi skala, angka yang akan ditunjukkan, ukuran huruf, tebal atau tipis skala. 9. Jika kita akan menggunakan satuan micrometer pada skala gambar, cukup tuliskan micron pada unit of length.
10. Jika ingin mengkonversi perbesaran mikroskop menjadi skala, mula-mula foto obyek yang kita ketahui panjangnya (misalkan penggaris, kotak milimeter block, dll), kemudian konversi panjang x lebar foto atau gambar mikroskop dengan langkah-langkah di atas. Saya ambil contoh konversi lensa obyektif mikroskop yang pernah saya pakai (Olympus BX40) yang menggunakan kamera Canon EOS450D. Selamat mencoba!
Harga: normal Rp 135.000,-; promo untuk pre-order Rp 115.000,- (s.d. 21 Juni 2019)
Pemesanan: bit.ly/bukumineralogi
Pembelian toko: Toko Buku ITB
Aqila, anak saya, ketika dia berumur 3 tahun sangat suka bermain dengan mineral koleksi saya. Suatu waktu dia mengambil magnet dari kulkas kemudian mendekatkannya ke dua mineral: satu berwarna hitam, yang lain berwarna ungu. Seketika magnet tertarik kuat ke mineral berwarna hitam. Dia tertawa senang dan terus mengulanginya. Berbeda ketika dia mendekatkan magnet ke mineral berwarna ungu, magnet tidak menarik mineral itu. MAGNETIT! Itulah mineral berwarna hitam tertarik oleh magnet, dan AMETIS adalah mineral kedua yang tidak tertarik magnet. Semenjak saat itu hingga buku ini selesai saya tulis, 2 mineral itu masih diingat Aqila. Dia selalu ingat cara membedakan magnetit dan ametis. Secara tidak sadar, dia mempraktekkan cara mengidentifikasi mineral, yaitu menggunakan warna dan sifat kemagnetannya.
Ilmu mineral sangat menarik untuk dipelajari karena mineral mempunyai warna dan bentuk yang beragam. Ketika mineral diamati dengan menggunakan mikroskop optik mineral akan nampak lebih indah karena adanya efek optis yang membuat mineral menjadi berwarna-warni. Ilmu mineral sangat berharga karena menjadi fondasi ilmu untuk berkarir di dunia pertambangan maupun di bidang non-pertambangan, seperti di bidang lingkungan, perminyakan, farmasi maupun sains material. Buku ini bermaksud untuk menjembatani luasnya ilmu mineral. Dasar yang kuat tentang atom, ion, serta kristal akan menjadi fondasi untuk mempelajari lebih dalam tentang mineral. Penjelasan buku ini berlanjut tentang macam-macam kristal, sumbu kristalografi, pengertian mineral, sifat fisik dan kimia, sifat optik, serta cara untuk mengidentifikasi mineral. Pembaca nantinya akan dapat mengidentifikasi mineral berdasarkan warna, sifar kemagnetan, warna gores, bentuk/ habit kristal. Pembahasan tentang batuan disinggung secara umum dalam buku ini. Pada bagian akhir, akan dijelaskan tentang klasifikasi mineral secara sistematis serta contoh beberapa kelas (grup) mineral utama yang sering dijumpai. Buku ini tersusun dari 11 bab dalam 212 halaman. Ilustrasi dalam buku ini saya gambar sendiri, dan saya pastikan berulang-ulang kualitas gambar dapat dibaca jelas dan cukup sederhana untuk pembaca awam. Foto mineral kebanyakan berasal dari koleksi mineral saya, beberapa yang lain saya foto ketika saya berkunjung ke lapangan atau ke museum mineral. Pembaca buku ini saya harapkan tidak hanya dari kalangan akademisi maupun praktisi, namun juga untuk khalayak awam yang ingin mempelajari cabang ilmu geologi. Dalam buku terdapat box yang berisi informasi geologi umum yang sifatnya populer. Semakin dalam saya mempelajari ilmu ini, semakin saya melihat banyak keteraturan yang ada di alam ini. Batuan tersusun oleh satu oleh lebih mineral, dan mineral tersusun oleh atom-atom yang teratur yang mempunyai konfigurasi berulang yang akan terus sama hingga susunan terkecil. Hampir 5000 spesies mineral telah diketahui, dan semua keteraturan yang ada pada mineral dan batuan tidak mungkin ada tanpa ada campur tangan Allah Yang Maha Kuasa. Mineral dan batuan inilah yang mengajarkan saya tetap tawadhu’ akan kebesaran Ilahi.
Makasih kepada yang sudah membaca resensi bukunya, ditunggu pesanannya ya!
Materikuliah kristalografi dan mineralogibolehuntukdisebarluaskan untuk keperluan Pendidikan dan bukan untuk keperluan komersial,
asalkantetapmenyebutpenulisawalsebagaipenghargaan
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
NB:
Semuagambar/
garis
yang ada
di slide perkuliahantelahsayagambarulanguntukkeperluanperkuliahanatauberasaldarikoleksifoto/
sampelpribadi
Beberapa waktu yang lalu saya sempat mampir ke Pulau Obi di Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Perjalanannya cukup panjang, dimulai dari Bandung-Jakarta dengan mobil, Jakarta-Ternate dengan pesawat, Ternate-Labuha (pulau Bacan) dengan pesawat berbaling-baling, dan Labuha-Obi dengan speed boat (perusahaan kadang menyebut sea truck). Total 2 hari perjalanan untuk sampai di pulau Obi. Saya belum pernah berkunjung ke tambang nikel laterit, kunjungan ini sangat menarik karena saya bisa belajar hal baru.
Serpentinit
Pulau Tidore
Pulau Maitara
Gunung Gamalama
Gunung Kie Besi di Pulau Makkian
Dari Pulau Obi memandang ke Pulau Mala Mala
Endapan nikel laterit terbentuk dari lapukan batuan ultrabasa dan banyak dijumpai di Sulawesi, Maluku dan Papua, karena batuannya tersusun oleh batuan ultrabasa yang miskin akan silika dan kaya akan mineral-mineral berwarna hijau atau gelap, seperti olivin, piroksen, mineral grup serpentin dan amfibol.
Mineral bijih yang lazim dijumpai sebagai pembawa nikel adalah garnierit, yaitu mineral berwarna kehijauan yang mudah hancur menyerupai talk. Jangan terkecoh dengan mineral lain yang berwarna hijau, karena kadang-kadang, ditemukan juga mineral yang lebih keras dan tidak mudah hancur, nah, itulah krisopras, silika yang mempunyai ukuran butir kriptokristalin (sangat halus atau kristalin).
Krisopras (keras) dan garnierit (lunak, mudah hancur )
Garnierit yang lapuk
Krisopras (sayang sudah lapuk)
Tahu ngga sih, kalau krisopras sering tertukar dengan krisokola yang diperjual belikan dengan nama dagang batu bacan? Ada lagi yang disebut kalsedon, trus apa bedanya? Krisopras dan kalsedon memang sama-sama silika yang berwarna, yang membedakan adalah teksturnya, kalau krisopras sudah dijelaskan sebelumnya mempunyai ukuran butir halus, sedangkan kalsedon berlapis-lapis. Warna hijau pada kuarsa disebabkan oleh adanya unsur Ni (nikel), yang umum dijumpai pada batuan-batuan ultrabasa. Kalau krisokola adalah mineral produk sekunder dari endapan tembaga, yang umum dijumpai bersama-sama dengan malasit dan azzurit.
Selain mineral diatas, terdapat juga beberapa batuan yang lazim dijumpai di komplek batuan ultrabasa. Sebut saja serpentinit, peridotit, harzburgit dan dunit. Dua batuan awal tsb adalah batuan favorit saya disini.
Serpentinit, tersusun dari mineral bernama serpentin, mempunyai tekstur seperti kulit ular, yang dalam Bahasa Inggris disebut juga "serpent". Peridotit, adalah batuan intrusif yang berasal dari bahasa Arab, faridat, yang artinya batu mulia. Mengapa batu mulia? Peridotit tersusun atas olivin dan piroksen, dan jika mempunyai ukuran yang kasar dan besar, umum dijadikan batu mulia dengan warna hijau. Olivin berasal dari "olive" karena mempunyai warna hijau seperti buah zaitun.
Serpentinit
Urat serpentinit yang menerobos peridotit
Pemetaan disini cukup menantang, karena yang kita injak rata-rata limonit yang kaya akan besi, karena panas dari matahari cukup menyengat karena memantul dari lapisan limonit tsb. Produk akhir tambang yang diekspor adalah limonit (saya sedih karena seperti jualan tanah saja) dan ferro-nickel, produk akhir smelter Fe-Ni. Tidak semua bijih bisa diolah di smelter, karena ada syarat2 seperti basisitas (tingkat basa) yang dipersyaratkan oleh alat. Selain itu, ada kapasitas maksimum dari smelter sehingga tidak semua biji bisa diolah
Ferro nikel
Bijih nikel yang siap ekspor
Pulau Obi berbeda kalau kita bandingkan dengan pulau yang bergunung-gunung, seperti Pulau Ternate, Tidore, Maitara. Pulau-pulau itu tersusun dari batian gunung api, sehingga tanahnya didominasi batuan andesit (ekstrusif), sedangkan pulau Obi didominasi oleh batuan ultrabasa. Saya jadi ingat perkataan prof saya, Frank. "Andy, istilah intrusi andesit itu tidak ada. Andesit itu batuan yang terbentuk jauh di dalam perut bumi, dan tidak akan pernah muncul sebagai intrusi."
Karnivorous pitcher plant alias kantong semar
Disini banyak sekali papan pengumuman "awas buaya", membuat pemetaan saya kali ini agak-agak ngeri sedap. Selain topografi yang bergunung-gunung, di lembah dan di dekat sungai, banyak dijumpai rawa, tempat buaya tinggal. Sebulan lalu ada korban yang diserang oleh buaya karena memanah ikan, dalam bahasa lokal disebut bajubi.
Rawa, dari hasil pemboran, di bawah lapisan limonit ditemukan batubara kalori rendah
[last update 20 April 2020] --> materi kuliah "Inklusi fluida: dasar, metode, interpetasi dan aplikasi" selamat siang kak, perkenalkan saya ade krisna , mahasiswa s1 di teknik geologi iTB. nah izin bertanya jika kakak ga sibuk.
berhubung masih sangat minim bacaan tentang inklusi fluida , mau tanya sebenarnya peranan inklusi fluida sendiri dalam ananlisis mikrotermometri sendiri apa ya, trus outputnya apa ? apa suhu ketika fluida itu terperangkap ? dan aplikasinya buat eksplorasi geologi kira2 apa ya ? makasih kak, maaf menggangu waktunya
salam
ade k.y.
12014082
Jawab
Halo brur Ade, salam kenal.
Makasih buat emailnya. Supaya lebih memudahkan ketika ada yang nanya hal ini, aku sudah resumekan pertanyaanmu di blog.
Halaman ini merupakan lanjutan dari tulisan yang lain tentang inklusi fluida untuk eksplorasi mineral, yang bisa dibaca disini.
Inklusi fluida itu sebutan untuk fluida yang terperangkap di mineral ketika mineral itu terbentuk. Inklusi fluida terbentuk tidak hanya di mineral transparan saja (kuarsa, feldspar, turmalin, kalsit, fluorit, dsb), tapi bisa juga terperangkap di mineral translusen (ex. sphalerit, kromit) dan mineral opak (ex. molibdenit, wolframit). Untuk mineral transparan (dan translusen), kita bisa menggunakan mikroskop refraksi dengan penyinaran dari bawah, tapi untuk mineral opak, perlu digunakan infra red mikroskop.
Inklusi fluida bisa memberikan informasi, antara lain:
- salinitas
- temperatur minimum saat fluida terperangkap pada host mineral
- tekanan minimum saat fluida terperangkap pada host mineral. Dari temperatur dan tekanan, kita bisa membuat diagram PT, serta membuat isochore (isokorik)
- mendeteksi defek tidaknya host mineral (misal membandingkan antara antara batu mulia asli dengan yang sintetis).
- eksplorasi gas dan minyak (umumnya diamati pada batuan sedimen, mis. pada sebagai semen pada saat diagenesis, sehingga kita bisa tahu temperatur dan tekanan ketika fluida tersebut terperangkap. Inklusi yang mengandung akan berpendar jika diberikan lampu fluorescens)
- metamorphic petrology (bukan bidang saya, karena biasanya FI akan ter ekuilibrasi dan inklusi yang kita amati adalah yang terbentuk saat even retrograde).
1. Sebelum kita bisa mendapatkan informasi di atas, kita amati terlebih dulu fluid properties pada temperatur ruangan (20-30 derajat). Sama seperti pengamatan mineral, kita juga melakukan pengamatan petrografi. Kita harus bisa membedakan, mana yang debu, mana yang inklusi. Debu biasanya menempel di mineral, sedangkan inklusi fluida (saya singkat FI) berada di mineral. Walaupun lucu, tapi ini penting!
2. Kita lihat, ada berapa fase yang terperangkap pada inklusi tersebut.
a. Apakah ada mineral yang terperangkap di dalam fluida (mis. halit sangat lazim terperangkap pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi, umumnya pada endapan yang terbentuk dari brine (MVT Pb Zn), atau endapan magmatik (mis. porfiri Cu-Au-Mo)) apakah di dalam fluida.
b. ada berapa fase (misal hanya 1 fase liquid [L] atau gas [V], atau liquid+gas [L+V], atau mungkin malah lebih dari 2 fase [L+L+V]
c. Jika kita curiga apa isi gas tersebut, kita bisa mengecek dengan menggunakan alat yang bernama Raman spektroskopi, atau dengan menggunakan metode mikrotermometri (mis. jika kita curiga ada CO2 pada inklusi, kita mengecek homogenisasi temperatur dari CO2 pada suhu antara -66 hingga -56. CO2 murni akan terhomogenisasi pada suhu -56.6 derajat)
3. Tentukan paragenesis dari FI. Mana inklusi primer atau pertama kali ketika fluida terperangkap, mana yang terbentuk kedua, ketiga dsb. Umumnya inklusi primer terisolasi, sedangkan inklusi sekunder membentuk garis. Namun (PENTING), belum tentu semua inklusi yang membentuk garis adalah inklusi sekunder (ilustrasi menyusul). Jika kita tidak mengetahui apakah inklusi ini primer atau sekunder, saya cenderung ikut dengan usul seorang prof di Kanada - Dan Kontak - dan menyebut inklusi sebagai undertemined inclusion. Nanti kita bisa menentukan paragenesisnya setelah mempunyai data pengukurannya.
4. Cari titik "nol", kemudian beri nama tiap inklusi fluida yang akan diukur. Pengalaman saya, membuat sketsa dari bentuk mineral, lokasi inklusi, akan memudahkan kita untuk memulai memberi nama inklusi-inklusi tersebut. Beri nama yang mudah saja, misal dengan kombinasi huruf dan angka (mis. FI-M01-2s, artinya, FI sampel M01 titik 2, inklusi sekunder). Buat dokumentasi sebanyaknya dan buat kolase!
5. Setelah tahu paragenesis dari inklusi fluida, kita hitung fraksi volume (volume fraction). Paling mudah adalah memfokuskan dengan pada FI dengan habit yang regular (inklusi fluida berbentuk negatif, membulat, tabular). Kita bisa menghitung volume fraction inklusi irregular dengan data mikrotermometri. Dalam contoh ini, volume fraction inklusi ini sama dengan perimeter vapour/liquid x 100% = 213.628/546.170 x 100% = 39.11%
6. Kita mulai bisa memulai dengan menggunakan heating-freezing stage untuk mikrotermometri. Ingat! KALIBRASI terlebih dahulu. Jika menggunakan standar dari SynFlinc, maka umumnya kita mengkalibrasi dengan pure CO2 (-56.5 celcius), H2O murni (air murni akan meleleh pada suhu 0 derajat dan vapour akan menghilang pada suhu 374 celcius)
7. Data titik leleh es (Tm ice) didapatkan dengan membekukan inklusi dari suhu ruangan ke suhu rendah (misalnya -60 derajat, kita asumsikan tidak ada gas), kemudian naik perlahan-lahan sampai es tersebut leleh. Temperatur ini bisa dihitung dengan persamaan dariBodnar dan Vityk .
Tapi ketika ketika ada CO2 di inklusi yang kita amati, kita perlu menuju titik yang lebih rendah lagi (mis. -120 celcius), kemudian melihat transisi fase untuk mengamati temperatur melting CO2 (-65 - 56), kedian homogenisasi temperatur liquid (mis. antara -15 hingga 0). Ada kalanya muncul fase baru bernama klatrat (clathrate) atau gas hidrat. Saya jelaskan lain kali, sementara ilustrasi klatrat dan homogenisasi CO2 dulu.
8. Setelah mendapatkan temperatur leleh (Tm ice), kita naikkan temperatur hingga vapour menghilang. Temperatur itu adalah temperatur minimum ketika fluida itu terperangkap. Pada endapan epitermal, Tm berkisar antara 100an hingga 350 (mengapa? karena kontrol utama pada endapan epitermal adalah ligan bisulfida [HS-], dimana emas akan terbawa dengan ligan tersebut). Sebaliknya, endapan porfiri akan mempunyai titik homogenisasi yang lebih tinggi, temperatur homogenisasi akan lebih tinggi, bahkan mencapai 500-600 derajat. Emas tidak larut bersama bisulfida, namun klorida (AuCl-). Pada tipe endapan lain, misalnya MVT, sedex, carbonate hosted, umumnya homogenisasi temperaturnya lebih rendah daripada epitermal.
Ilustrasi di bawah saya buat untuk menentukan homogenisasi temperatur dari FI. Angka hitam menunjukkan temperatur.
Pada suhu 2015.5, semua vapour menghilang. Di gambar terakhir, semua fase gas menghilang dengan sempurna (Th= 201.5)
9. Data yang didapat saat ini adalah temperatur dan salinitas
Ketika kita ingin mengetahui tekanan ketika terperangkap, perlu dilakukan pemodelan, dan disinilah diperlukan data volume fraction (baca langkah nomor 5) dan temperatur klatrat (jika terdapat CO2). Oh iya, melting temperature ice (Tm ice) pada inklusi yang mengandung CO2 tidak mencerminkan data salinitas sebenarnya, sehingga perlu dikoreksi dengan Th klatrat (-20 hingga 15 celcius) dan Th CO2 (rata-rata antara 15-31).
10. Diagram Haas (dengan input salinitas dan temperatur homogenisasi dari mikrotermometri) biasanya digunakan untuk endapan yang terbentuk pada pressure yang rendah (< 500 MPa) pada kedalaman yang dangkal (<2-3 km), mis epitermal atau geotermal. Endapan ini umumnya terbentuk pada kondisi boiling (pendidihan), sehingga emas dan logam akan lepas dari ligan dan terpresipitasi pada batuan samping atau vein. Tanda-tanda boiling, kita mempunyai fluida dengan komposisi liquid-gas pada FI yang bervariasi, dengan kata lain, volume fraction nya bervariasi. Diagram ini sangat tricky, sehingga TIDAK(pakai huruf tebal dan merah) semua data mikrotermometri yang kita dapat bisa di plot di diagram di bawah ini. Detailnya saya ulas di halaman ini .
11. Dibandingkan dengan diagram Haas, ada metode lain yang lebih tepat untuk mengkoreksi data mikrotermometri kita, yaitu dengan menentukan koreksi terhadap temperatur terhadap tekanan (pressure correction). Data P-T digunakan untuk membuat isochore line, sehingga kita tahu kondisi terbentuknya endapan tersebut. Dari sinilah pentingnya menghitung volume fraction, temperatur klatrat, temperatur CO2, ice melting temperature (Tm ice), Th(CO2) dan temperatur homogenisasi H2O. Pada endapan yang terbentuk pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, hasilnya tidak akan mencerminkan kondisi terbentuknya aslinya. Banyak freeware yang bisa digunakan, misalkan program ISOC oleh Ronald Bakker (MU Leoben atau grup Duan(Beijing, Cina)
12. Data yang didapat bisa digunakan untuk menentukan tipe endapan yang sedang kita amati. Kita bisa bandingkan dengan literatur yang ada (misal, dari paper oleh Wilkinson tahun 2001). Endapan porfiri atau endapan yang terbentuk dari evaporasi umumnya mempunyai 3 fasa solid; endapan orogenik (umumnya, tapi tidak selalu) dicirikan dengan adanya gas, misalnya CO2-CH4-N2; endapan epitermal biasanya mempunyai salinitas rendah (< 5 % eq NaCl, bahkan beberapa di bawah 1)(referensi: Wilkinson 2001).
13. Lakukan koreksi antara temperatur homogenisasi dengan densitas. Misalnya dengan kurva isokor di bawah.
13. Referensi bermanfaat (menurut saya) lainnya saya rangkum di halaman ini. 14. Sorry for the long post. Here is potato.