Inklusi fluida adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya fluida yang terperangkap selama kristal tumbuh. Gas dan solid juga bisa terperangkap di dalam mineral.
Awal cerita lagu ini, ada mahasiswa angkatan 2013 yang sudah keterima SNMPTN di salah satu fakultas favorit di ITB (sebut saja FTTM), tapi menolak masuk ke jurusan yang "katanya" tidak favorit dan ospek nya menakutkan (nama disamarkan, Teknik Pertambangan). Dia inginnya masuk ke jurusan buat jualan minyak, tapi karena ketatnya persaingan, akhirnya dia terlempar dari jurusan yang dia harapkan dan malah masuk ke jurusan yang bukan favorit. Dia kemudian ikut SNMPTN untuk kedua kalinya, dan diterima di fakultas yang sama (sebut lagi FTTM). Padahal mendaftar di jurusan yang sama untuk kedua kalinya di jurusan yang sama di tahun berikutnya itu pelanggaran, dan saya penasaran kok bisa ya lolos dari proses screening. Ckckck... Akhirnya menulis surat ke Dekan untuk minta diberikan kesempatan untuk ikut penjurusan kedua kalinya di ITB. Aneh-aneh aja.
Kami pun yang sudah masuk jurusan dibuat gregetan sama si kawan ini (sampe saya lupa namanya, hehe). Kalau yang lain dibuat penasaran dan masih bisa berinteraksi di kaderisasi (alias ospek), saya jadi keinget kenangan tahun 2007 dulu, ketika saya start ospek dari bulan Juni 2007, baru berakhir 16 Februari 2008. Walhasil, selama itu pula, saya akhirnya banyak tahu kisah teman-teman saya, yang terhyata banyak yang salah jurusan, dan malah jadi bulan-bulanan oleh senior. Belum lagi kalau kita dapat bonus, dipanggil ke warbel (Warung Belakang - sebuah warung di di jalan tamansari di seberang taman segitiga jalan dayang sumbi), yang isinya senior-senior ganas dengan logat batak yang angkatannya terpaut 2 hingga 6 angkatan. Kalau udah duduk di kursi pesakitan, resmi udah, bakal pulang malam. Pertanyaannya yang paling saya inget tentang cewek paling cantik di angkatan. Jiah, ternyata masih jomblo ya bang, hahaha.
Kembali ke si kawan angkatan 2013 tadi. Akhirnya, saya buatkan satu lagu yang nge gambarin kondisi tahun 2007 dulu yang ternyata masih sama dengan kondisi tahun 2013. Edan pisan lah, ga ada perubahan. Judul lagu nya "Pilihan yang Kedua."
Silahkan bos dangdut, menikmati suara indah saya dengan mengklik link ini
Leoben,
Juli 2015
Ini ceritanya angkatan atas pedekate sama juniornya :D
Skala Mohs sempat beberapa kali saya ulas di beberapa artikel saya, tapi saya tidak pernah kehabisan materi untuk diceritakan dari si Bapak yang bernama lengkap Carl Friedrich Christian Mohs. Kali ini saya coba kupas aplikasi skala Mohs , yang kadang tidak kita sadari bahwa penemuan beliau ada di sekitar kita. Sekedar me-refresh, skala kutip tulisan saya dari tulisan saya yang lain.
"........... skala Mohs adalah skala kekerasan relatif dari mineral. Metode ini digunakan untuk mengetahui, seberapa keras mineral yang kita lihat dibanding dengan mineral atau benda lain. Secara berurutan, skala mohs dari 1-10 adalah sebagai berikut.
Dari kekerasan tersebut, kita bisa uji, dimana mineral keras pasti bisa menggores mineral dengan skala mohs lebih rendah, namun mineral dengan skala mohs rendah tidak akan bisa menggores mineral yang lebih keras. Hal ini yang bisa kita aplikasikan, untuk mengetahui batu mulia yang kita miliki asli atau tidak. Caranya? Ya tinggal goreskan saja ujung pisau atau paku besi ke mineral tersebut. Kalau tergores, ya berarti skala mohs nya lebih rendah dari 6.5. Begitu lah kalau teman-teman berniat beli intan, minta izin sama mas yang jual, terus gores aja sama pisau. :D ......................."
Sekarang, saya coba ulas asal usul tentang sifat fisik dari mineral, yaitu kekerasan.
1. Manusia purba dan alat berburu
Manusia purba jelas tidak mengenal Friedrich Mohs, tapi manusia purba secara tidak sadar belajar bahwa ada batuan yang lebih keras dibandingkan batuan yang lain. Batu yang lebih keras kemudian dipakai untuk mengasah batu yang lebih lunak, sehingga akhirnya manusia purba bisa membuat ujung tombak, yang terbuat dari flint (varian dari grup mineral silika) serta obsidian (silika yang tidak mempunyai sistem kristal atau sering disebut amorf).
Aplikasi ini akhirnya mengubah pola berburu dari manusia purba yang semula berburu tanpa alat, kemudian menggunakan batu untuk menghantam target buruannya, menjadikan batu yang diikat dengan kayu seperti parang, dan akhirnya menjadikan batu sebagai ujung mata tombak.
Hal ini berlangsung hingga akhirnya muncul seorang filsuf Yunani yang menjadi suksesor dari Aristoteles bernama Theophratus. Theophratus awalnya belajar kepada Plato sebelum akhirnya menjadi murid Aristoteles. Dia yang juga menekuni ilmu tentang batuan menulis tentang sifat dari beberapa gemstone jika dipanaskan serta bermacam-macam perbedaan batuan dalam hal kekerasan. Di tulisannya, ada mineral yang dapat digores dengan besi dan ada yang tidak bisa. Dia juga menuliskan kalau intan adalah mineral yang sangat keras dan bisa menggores mineral yang lain. Setelah itu, tidak ada penelitian lagi yang menyebutkan tentang sifat fisik mineral yang berhubungan dengan "kekerasan."
Friedrich Mohs, yang sempat bekerja sebagai foreman di sebuah tambang di Jerman, akhirnya memutuskan untuk bekerja pada seorang banker yang juga kolektor mineral, dan mulai mengidentifikasi mineral di Graz. Pada tahun 1812, Mohs membagi mineral ke dalam 10 kelompok, dimana talk merupakan mineral paling lunak, sedangkan intan merupakan mineral paling keras. Semasa hidupnya, dia sempat menjadi professor di bidang mineralogi di Graz, Freiberg, Wina, serta sempat menjadi konselor di Leoben yang akhirnya menjadi cikal bakal kampus saya di Leoben, sebelum akhirnya meninggal tahun 1839. Nama Mohs diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota WIna dan Graz, Austria, serta di jalan tersebut, terdapat sebuah plakat yang menunjukkan 10 skala dari mineral, dimulai dari talk yang berada di bawah, hingga intan yang berada di paling atas. Saya sempat mengunjungi jalan Mohsgasse dan berfoto bersama plakat itu di Wina.
2. Uji kekerasan material
Skala Mohs memang sangat aplikatif untuk diterapkan bagi geologis
untuk mengidentifikasi mineral di lapangan, namun kurang baik untuk mengetahui
kekerasan dari sebuah material, karena skala mohs hanya memberikan rentang
kekerasan relatif terhadap material lain.
Untuk mengetahui kekerasan suatu material secara presisi, dilakukan sebuah
pengujian dengan cara menggores material yang sangat keras dengan intan atau
material lain seperti tungsten karbisa. Metode ini umum digunakan oleh
kawan-kawan teknik mesin dan teknik material, yang diaplikasikan sebagai metode
vickers, knoop, rockwell. Intan yang dipasang di ujung dari "pin",
kemudian di tekan dengan gaya yang sudah ditentukan sebelumnya. Luas dari area
yang ditinggalkan dari intan yang ditekan diukur untuk di konversi menjadi
kekerasan dari material yang diukur.
3. Ujung mata bor dan Tunnel Boring Machine
Ujung mata bor (drill bit) yang digunakan untuk mengebor tanah maupun batuan selalu dilengkapi dengan intan atau material sintetis lain yang harus mempunyai kekerasan yang lebih tinggi daripada batuan yang akan di bor. Sudah jelas, kalau mata bor nya tidak lebih keras dan lebih tajam, analoginya seperti mengiris daging dengan pisau yang tumpul. Tunnel Boring Machine (TBM) yang umum digunakan untuk membuat terowongan untuk konstruksi sipil sudah dengan mata bor dari intan atau material sejenisnya.
4. Eksplorasi mineral berharga
Gambar di samping adalah prinsip yang digunakan oleh seorang geologis maupun eksplorer dalam mencari mineral berharga (misalnya emas), dengan memanfaatkan sifat fisik dari batuan yang diamati di lapangan. Kita dapat menentukan jauh tidaknya material itu sudah tertansport dari sumbernya dengan melihat kebundaran dari mineral berharga yang kita temukan. Misalnya kita melakukan pendulangan emas/ intan dan mendapatkan mineral berharga di alat dulang kita. Jika mineral yang kita cari yang didapat masih kasar, runcing dan butirannya menyudut, maka sumbernya sudah tidak jauh dari lokasi kita. Begitu pula sebaliknya. Emas merupakan mineral yang sangat lunak dan sangat mudah tergores. Kadang sering kali kita susah membedakan antara emas dengan mineral lain seperti pirit dan kalkopirit dari hasil pendulangan di lapangan. Cara paling mudah yang biasa saya lakukan, adalah dengan menekan emas dengan kuku kita. Emas sangat mudah berubah bentuk, berbeda dengan pirit dan kalkopirit yang lebih keras.
Hal ini yang menjelaskan mengapa butiran pasir pantai umumnya membundar dan berukuran sangat halus, tidak seperti butiran pasir yang ada di dekat gunung. Pasir pantai sudah tertransport sangat jauh dari gunung, sehingga ukurannya sudah sangat halus.
Bagaimana, sudah dapat gambaran dari aplikasi identifikasi kekerasan batuan yang ada di sekitar kita? Semoga bermanfaat.
Artikel lain tentang aplikasi skala Mohs bisa juga dilihat di link di bawah.