Leoben, 17.30 - 22.16 CEST
Namaste..
Sore ini saya dapat seorang guru baru bernama, BATU. Secara tidak sengaja, guru itu datang dari seseorang bernama Michael Grab, yang lewat dari timeline fans page "Geomorphology". Dia adalah seseorang yang mempunyai hobi "stone balancing". Setelah lihat beberapa videonya, saya tertarik untuk mencobanya. Karena saya mempunyai banyak batu di laci ruang kerja saya, saya keluarkan saja. Saya lakukan setelah jam kerja, karena saya ingin kerjaan saya produktif, sehingga tidak akan menggangu disertasi. Peridotit, tuff, gamping, slate, kalsedon, gneiss, dan beberapa batu lain yang saya kurang paham itu apa, saya hamburkan di lantai
courtesy : Michael Grab
Namaste..
Sore ini saya dapat seorang guru baru bernama, BATU. Secara tidak sengaja, guru itu datang dari seseorang bernama Michael Grab, yang lewat dari timeline fans page "Geomorphology". Dia adalah seseorang yang mempunyai hobi "stone balancing". Setelah lihat beberapa videonya, saya tertarik untuk mencobanya. Karena saya mempunyai banyak batu di laci ruang kerja saya, saya keluarkan saja. Saya lakukan setelah jam kerja, karena saya ingin kerjaan saya produktif, sehingga tidak akan menggangu disertasi. Peridotit, tuff, gamping, slate, kalsedon, gneiss, dan beberapa batu lain yang saya kurang paham itu apa, saya hamburkan di lantai
courtesy : Michael Grab
Saya coba lagi menata ulang, berharap saya mendapatkan point of view yang bagus ketika kelak saya foto, kemudian, jatuh lagi....
Masih berpikir bagaimana cara menyeimbangkannya, saya coba kombinasi yang lain supaya tampak menarik, dan jatuh....
Pelan-pelan akhirnya saya belajar, bagaimana cara nya supaya di kesempatan berikutnya bisa lebih stabil. Tiga puluh menit, satu jam. Setelah itu saya coba lagi, coba lagi, hingga tidak terasa sekarang sudah jam 9 malam, dan baru saja adzan maghrib berkumandang. Apa yang saya dapat selama 3,5 jam ini? Foto yang bagus seperti Michael Grab? Hmm, jauh sekali. Dia bisa meletakkan batu terbesar di atas dengan stabil, sedangkan saya masih berkutat dengan ketinggian kurang dari 50 cm. Tapi selama saya mencoba, banyak perenungan yang dapat.
courtesy : Michael Grab
Apa hikmahnya buat saya?
Kadang orang hanya menilai hasil yang didapat dari hasil yang dicapai, tapi apakah dia tahu apa yang sudah dilakukan untuk memperolehnya? Silahkan ambil batu di sekitar anda, kemudian cobalah apa yang sudah saya dan Michael Grab lakukan. Anda tidak akan pernah tahu betapa susahnya untuk menyeimbangkan batu kalau anda belum mencobanya.
Saya tidak tahu berapa puluh jam, berapa ratus jam, atau bahkan beribu jam waktu yang Michael luangkan untuk menjadi seorang yang ahli dalam stone balancing. Sedangkan saya, baru saja memulai 3,5 jam yang lalu dan berharap sesuatu yang besar, mustahil......
Kita mungkin sering menganggap remeh pekerjaan, namun sudahkah kita melakukannya sendiri? Misalkan kita sebagai seorang bos atau orang yang berkedudukan lebih tinggi, kita mungkin sering menyalahkan orang, menganggap pekerjaan bawahan kita kurang ini, kurang itu, dan sebagainya.
Tapi coba kita berkaca, kalau kita sendiri yang mengerjakan pekerjaan tersebut, apakah hasilnya akan lebih bagus, atau malah lebih jelek? Saran saya, sebelum marah, reaktif, selalu renungkan dulu, apakah kita lebih baik dari orang lain? Apakah dia mungkin membutuhkan waktu untuk belajar lebih banyak, sehingga kali ini kita bisa memaklumi kekurangannya?
Karya lain
Berulang kali saya mengutip pernyataan Malcom Gladwel, walaupun saya sendiri belum baca buku "Outlier" sampai habis "untuk menjadi seorang yang ahli, diperlukan waktu 10.000 jam berlatih, dan terus berlatih." Tidak ada hal lain untuk meraih kesuksesan selain dengan kerja keras dan tekun
Kalau mustahil, kenapa ada orang yang bisa menguasai dalam waktu sebentar saja?
Tiap orang mempunyai bakat, ketertarikan dan potensi yang berbeda-beda. Mungkin ada orang yang bisa lebih sabar dalam menata batu dibanding saya, sehingga dia bisa mendapatkan lebih baik. Cemburu kah saya? Saya belajar untuk tidak cemburu, malah seharusnya saya belajar dari dia, bagaimana dia bisa melakukannya dalam waktu sebentar saja, sedangkan saya tidak. Andaikan saya merasa kalah dan tersaingi kemudian saya mundur, saya tidak akan mendapatkan pelajaran yang baru dari orang tersebut.
Merasa rendahkah kalau saya bertanya kepada orang yang lebih ahli? Tidak. Justru saya akan lebih cepat belajar sesuatu yang baru, daripada saya harus belajar sendiri. Dan justru disitu kadang menjadi refleksi untuk saya, sudahkah saya menurunkan ego untuk mengakui orang lain lebih baik dibanding kita, kemudian kita tidak malu untuk bertanya?
Kalau saya meluangkan waktu seperti Michael Grab, tentu lama-lama saya akan bisa menjadi ahli seperti dia. Namun, dunia saya dan dia berbeda. Kami sama-sama bermain dengan batu, namun tujuan akhir kami berbeda. Dia adalah seorang artis stone balancing, setelah dia mendapatkan susunan batu yang dia dapat, dia cukup mengambil foto, kemudian melemparkan batu lain sehingga tumpukan batunya jatuh. Sedihkah? Tidak, itulah kepuasan yang dia dapat dari permainannya.
Stone balancing dalam kehidupan yang lain?
Maslow mengatakan melalui piramida kebutuhan, bahwa hal yang paling mendasar dari kebutuhan seseorang adalah kebutuhan primer untuk bertahan hidup, sedangkan yang paling tinggi adalah aktualisasi diri dan ketenangan. Banyak orang yang saat ini melakukan meditasi untuk mendapatkan ketenangan, ada juga yang meluangkan waktu untuk menikmati alam, atau juga ada juga yang beribadah supaya mendapatkan ketenangan. Apakah dengan itu semua kita merasakan ketenangan? Kita sendiri yang akan mendefinisikan ketenangan hidup kita.
Belajar susunan batu dalam posisi miring
Saya sangat bersyukur batu itu jatuh lebih dari 100 kali dalam 3,5 jam. Hampir lebih dari 10 kombinasi susunan sudah saya buat, namun beberapa kali jatuh ketika saya baru mau mengambil hp. Beberapa susunan akhirnya saya dapat Kalau misalkan batu itu tidak jatuh sama sekali dalam percobaan pertama, mungkin saya akan menjadi sombong dan tidak mendapatkan apa-apa dari stone balancing. Tapi dari situ saya tahu, bahwa saya harus memutar-mutar batu dulu supaya ada ruang untuk meletakkan batu dalam tiga titik, atau bisa juga dengan meletakkan butiran-butiran batu yang sudah pecah sebagai landasan supaya tidak terlalu miring. Semua yang dilakukan terburu-buru hasilnya tidak akan memuaskan. Dan dengan berlatih, berlatih dan terus berlatih, seseorang akan menjadi lebih ahli, tidak hanya dalam menata batu, semua bidang kehidupan.
Seorang pembuat sushi di Jepang konon menghabiskan 7 tahun menjadi pelayan sebelum akhirnya dia menjadi seseorang pembuat sushi. Seorang mahasiswa harus menempa kuliah, membuat tugas akhir kemudian mempertahankannya untuk menjadi seorang sarjana. Seorang Christiano Ronaldo dan David Beckham, punya waktu latihan lebih lama dibanding rekan-rekannya, sehingga mempunyai akurasi tendangan bebas yang sangat baik. Ingin menjadi hebat? Tidak ada yang instan... semua perlu langkah pertama, yang kadang-kadang sangat sulit dan berat. Tapi ingatlah tulisan di buku tulis terbitan Sinar Dunia, Practice makes perfect
Hari ini saya berutang budi dengan batu. Kamu? Kapan mau mulai menata batu :D
Heiho! Apa kabarnya anda hari ini? Luar biasa?.
Nah kali ini gue bakal ngasih tips yang sangat bermnafaat. Bagi banyak orang sebuah batu gak
punya arti apa-apa. Tapi pada kenyataannya batu bisa diubah menjadi emas.
Proses mengubah batu menjadi emas ternyata gak susah dan gak memerlukan bahan-bahan kimia.
punya arti apa-apa. Tapi pada kenyataannya batu bisa diubah menjadi emas.
Proses mengubah batu menjadi emas ternyata gak susah dan gak memerlukan bahan-bahan kimia.
Tips ini gue dapetin dari temen-temen di twitter yang udah bantu ngejawab cara mengubah batu jadi emas.
langsung cek aja sob!
1. Batunya Buat Mecahin Etalase Toko Emas(@hanifah_jolanda)langsung cek aja sob!
Cara ini cukup masuk akal. Kalau kaca etalase toko emas pecah, emasnya bisa dikantongin terus batunya ditinggalin. Voila! Batu yang tadinya lo kantongin kini udah jadi emas.
Perhatian : Bila lo masuk penjara, jangan ajak-ajak gue
2. Kawinin Adeknya (@tjredds)
Dengan mengawini adeknya si batu lo bisa manggil batunya (e)mas. Ehm, masuk akal juga sih. Kalau lu masih betah ngejomblo saran gue sih gak perlu lu nikahin adeknya. Lu suruh aja tuh batu beli makanan di warteg. Entar kan ditanyain ama mbak-mbak warteg nya : Karo opo mase?. Fix! Jadi emas.
3. Di Diemin Aja (@SultanSynsysterG)
“Diam itu emas”, jadi batunya didiemin aja biar jadi emas.
Beuh! Gue bangga punya follower yang pada cerdas gini. Kalau semua pemuda-pemudi Indonesia kreatifnya kayak mereka, bukan mimpi kalau beberapa tahun ke depan Indonesia jadi negara yang kaya karena berhasil merubah batu di pelosok negara menjadi emas!
Selamat Mencoba!
sip infonya
ReplyDeletebaru tadi nonton liputan balancing art di NET TV , terus ketemu artikel ini, ternyata memang butuh kesabaran ya, jadi pengen coba.hahahaha
ReplyDeletesalam
Semangat ya. Cobain sendiri, seru abis lah
Delete