Update 5 Januari 2017
Skripsi Arman Hakim Dewangga (GL ITB) tentang mineralisasi di Ciseuti
Purwakarta, kota yang terkenal dengan Sate Maranggi nya itu, menjadi topik yang akan saya bahas di tulisan saya kali ini. Sebagai informasi, Sate Maranggi itu adalah sate yang terbuat umumnya dari daging sapi, walaupun pernah saya jumpai terbuat dari daging kambing, tanpa menggunakan tambahan bumbu kacang, seperti sate Madura maupun sate Padang. Di Purwakarta, ada satu tempat yang terkenal menjual Sate Maranggi, yaitu Sate Maranggi Cibungur. Beberapa waktu lalu, saya sempat datang dan menikmati Sate Maranggi,, hmmm, enaknya ga ketulungan. Istri dan adik saya juga berpendapat sama, karena saya bungkuskan juga untuk mereka.
Skripsi Arman Hakim Dewangga (GL ITB) tentang mineralisasi di Ciseuti
Purwakarta, kota yang terkenal dengan Sate Maranggi nya itu, menjadi topik yang akan saya bahas di tulisan saya kali ini. Sebagai informasi, Sate Maranggi itu adalah sate yang terbuat umumnya dari daging sapi, walaupun pernah saya jumpai terbuat dari daging kambing, tanpa menggunakan tambahan bumbu kacang, seperti sate Madura maupun sate Padang. Di Purwakarta, ada satu tempat yang terkenal menjual Sate Maranggi, yaitu Sate Maranggi Cibungur. Beberapa waktu lalu, saya sempat datang dan menikmati Sate Maranggi,, hmmm, enaknya ga ketulungan. Istri dan adik saya juga berpendapat sama, karena saya bungkuskan juga untuk mereka.
Ups, jadi ngobrol tentang Sate Maranggi, jadi lupa ulasan tentang judul blog nya. Akhir bulan November 2014 ini, saya diminta untuk meng "arrange" sebuah kunjungan lapangan, lebih kerennya Ekskursi di Kabupaten Purwakarta. Kalau kita melewati ruas tol Cipularang, sering kita lihat ada topografi yang relatif "undulating" di sisi Barat, yang dari kejauhan tampak adanya aktivitas penambangan, yap, disana lah lokasi Purwakarta. Kabupaten yang terkenal karena Waduk Jatiluhur, Rumah Makan Hj Ciganea, yang banyak di temukan di sepanjang tol Jakarta Bandung, mempunyai beberapa komoditi yang cukup menarik untuk diulas. Dulu memang saya sempat mengulas tentang salah satu tambang emas di Ciseuti, dalam tulisan yang berjudul Lombong Emas yang Menggurita di Ciseuti, Purwakarta , untuk kali ini saya tambahkan beberapa ulasan tentang komoditi lain yang ada di Purwakarta.
Tahu kah teman-teman darimana ubin dibuat? lantai? Memang untuk orang yang "berada", atau pun di perkantoran yang megah, ubin umumnya berasal dari batuan metamorf, yaitu batu marmer. Kalau di Ilmu Pengetahuan Alam jaman saya SMP dulu, disebutnya batu pualam. Kalau bahasa inggrisnya, Marble. Tahu kah batu apa itu? Marmer merupakan salah satu batuan metamorf yang merupakan rombakan dari batugamping, yang mengalami proses metamorfisme, terdeformasi karena terkena tekanan dan temperatur yang tinggi, sehingga batu gamping, yang semula batuan sedimen, berubah menjadi batuan metamorf. Batuan ini kemudian banyak ditambang, misalnya di Trenggalek dan Pacitan, Jawa Timur, di Palimanan dan Padalarang, Jawa Barat, yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi dibandingkan batu gamping.
Nah, itu kalau ubin nya berasal dari marmer. Sementara, kalau ubin bukan berasal dari marmer, darimana dong asalnya? Ubin, ada juga yang menyebut keramik, terbentuk dari felspar, clay, kuarsa, kaolin dan air. Nah, bahan-bahan yang saya sebutkan tadi, semuanya ada di lokasi yang saya bahas, Gunung Kecapi. Gunung Kecapi, yang juga merupakan kuari andesit, mempunyai mineral-mineral ikutan, yang menjadi sumber utama sebagai bahan baku keramik. Secara kenampakan di alam, adanya lempung atau clay, felspar, dan andesit di lokasi yang tidak berjauhan satu sama lain merupakan berkah untuk pengusaha. Karena ongkos produksi yang dapat ditekan, tinggal pengusaha berkewajiban untuk mengajukan izin sesuai komoditi yang akan di tambang.
Di Gunung Kecapi sendiri, kalau kita tinjau di Peta Geologi, lokasi ini berada di formasi dengan kode Ha, yaitu andesit hornblenda dan porfir diorit. Ini menjadi jawaban, mengapa kita banyak menjumpai banyak aktivitas penambangan andesit, serta bahan baku keramik ada di lokasi ini. Batuan asal nya merupakan batuan beku, yang kemudian terubah, dan membentuk mineral sekunder, antara lain felspar dan clay. Lokasi ini berdekatan dengan Gunung Cupu, yang mempunyai bentuk sangat unik, karena kalau kita lihat dari arah Plered, bentuknya seperti batu yang hampir jatuh. Dulu saya sempat bersepeda dari Bandung ke Jatiluhur dan sesampainya di Jatiluhur, tenda kami kebanjiran (baca di Bersepeda melewati Gunung Cupu dan kebanjiran di Jatiluhur).
Tidak jauh dari lokasi Gunung Cupu, kita bisa menjumpai endapan emas di Ciseuti, yang dulu pernah saya ulas di halaman ini. Yang berbeda, saya krasan ketika saya memberikan ulasan geologi tentang tambang emas di dalam lubang. Bahkan tak terasa, saya di dalam lubang di Ciseuti selama 1 jam. Apa ga panas? Hehehe, untungnya saya memilih tempat yang tepat, di persimpangan terowongan, ada sedikit lubang oksigen yang bocor, sehingga di dalam tambang tidak terasa terlalu panas. Di dalam terowongan, kota bisa melihat urat kuarsa, alterasi, dan betapa berbahayanya pekerjaan para penambang rakyat. Batuan sampingnya memang andesit, namun pada beberapa bagian yang didominasi lempung, maka kekuatan batuan pun akan berkurang, dan seharusnya pada bagian itu memerlukan penyanggaan. Ngeri kalo sampai terjadi apa-apa.
Lattice bladed quartz
Pada beberapa segmen tunnel, kita bisa berdiri
Masih bisa berdiri, tapi lubang mengecil,, di sisi kanan kiri atas, ada lubang udara segar
Pada kunjungan kali ini, saya sempatkab masuk ke dalam lubang gurandil, yang ternyata ukurannya cukup besar, bahkan saya pun bisa berdiri di beberapa segmen dari tunnel nya. Tapi, di beberapa tempat, saya tetap harus merunduk sambil berjalan jongkok. Saya hanya bisa menempuh 50 meter sejak awal lubang, dan kemudian berhenti di tempat tumpukan karung yang berisi urat kuarsa dan karung yang berisi batuan samping. Di dalam cukup dingin, karena ada udara yang di semprot masuk dengan genset dari luar. Hampir 1 jam saya berada di dalam, menunggui 5-6 orang mahasiswa yang masuk secara bergantian, setelah saya lihat, bahwa terowongan cukup aman. Selain itu, beberapa mahasiswa juga mencoba mendulang, langsung di terowongan tambang, seperti yang dilakukan oleh para penambang rakyat.
PT Mas Rusyati Abadi, nama dari perusahaan emas ini, mempunyai gelundung yang diputar dengan genset, kemudian di ekstrak dengan metode sianidasi. Namun hingga kunjungan akhir November kemarin, tangki sianidasi belum bisa dipakai, sehingga metode yang dipakai adalah amalgamasi. Gara-gara amalgamasi, saya sempat berdiskusi lama, bahwa menurut istri saya merkuri, atau raksa itu berbahaya, dan menurut saya tidak. Istri saya sempat membuat tulisan tentang raksa di blog nya, dan saya pun juga pernah melakukan sosialisasi tentang penggunaan raksa di tambang rakyat di Bunikasih. Akhirnya kita bersepakat, bahwa raksa berbahaya dalam bentuk ionnya dan telah diganggu, bukan dalam bentuk senyawa. Contohnya cinnabar, HgS, ketika masih dalam senyawa, ketika bereaksi dengan air, maka Hg akan larut dalam air dan bisa mencemari badan air. Istri saya pernah menulis tentang bahaya merkuri, dalam halaman ini (atau klik gambar di bawah ini).
Add caption |
Pengabdian masyarakat oleh beberapa dosen tambang ITB tentang bahaya merkuri dan pencegahannya
GALENA DAN SFALERIT
Sfalerit (kiri, besar) , galena (kanan, kecil)
Habit kubik pada galena
Ball mill
3 km ke arah Utara dari tambang emas Ciseuti, kita akan menjumpai tambang terbuka dengan komoditi galena dan sphalerit. Galena, PbS, merupakan mineral logam yang akan menghasilkan logam Pb, atau lead, dalam bahasa Indonesia adalah timbal. Sedangkan sphalerit, (Zn,Fe)S, merupakan mineral logam yang menjadi komoditi dari seng. Kalau kita mengangkat kedua batuan yang mengandung logam yang berbeda tersebut, maka galena akan lebih berat dibandingkan dengan seng, karena galena mempunyai densitas 7,2-7,6, sedangkan sphalerit 3,9-4,2.
Galena sering dijumpai pada lingkungan pengendapan dari endapan epithermal, umumnya muncul sebagai urat maupun disseminated, pada batuan beku atau batuan sedimen. Warna nya abu-abu tua, kadang-kadang hitam, dengan warna gores batuan abu-abu kehitaman. Sistem kristalnya adalah isometrik-hexoctahedral, tidak dapat ditarik oleh magnet, dan mempunyai belahan yang sempurna.
Sphalerit, sering juga disebut sebagai false galena, karena bentuk yang sangat mirip. Sfalerit menunjukkan fenomena yang disebut sebagai solid solution, yaitu unsur Zn dan Fe, bersifat saling menggantikan pada mineral yang sama. Jika Zn jumlahnya melimpah, maka mineral akan nampak transparan dengan warna kecokelatan. Namun jika unsur Fe yang melimpah, maka mineral akan nampak lebih gelap. Warna gores dari sfalerit adalah putih kecokelatan, dengan kilap kaca-minyak.
Di lokasi ini, sudah terdapat pengolahan galena dan sfalerit. Namun sayang, perusahaan ini sedang tidak beroperasi karena memerlukan air yang relatif banyak untuk mengolah bijih menjadi konsentrat timbal dan konsentrat seng. Kita juga akan disuguhi pemandangan yang sangat indah ketika kita menuju lokasi ini. Pemandangan Gunung Parang yang membentang di arah Utara, membuat lelah nya berkeliling di Purwakarta menjadi hilang.
Dan, saya senang...... akhirnya tulisan ini selesai dalam 2 minggu. Luaamaaaaa sekali.....
http://vidyasatya.wordpress.com/2011/04/17/merkuri-oh-merkuri/
0 comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi oleh penulis sebelum tayang. Terima kasih