Kamis malam itu, susah rasanya menutup mata untuk
mempersiapkan camping besok pagi. Entah kenapa, tiap ingin menikmati indahnya
alam dengan sepeda, saya selalu tidak bisa tertidur pulas, malah memikirkan
bagaimana perjalanan besok. Saya berencana untuk mengayuh pedal saya ke arah
Barat dari Bandung, menuju sebuah danau di Taman Nasional Gede Pangrango, yaitu
Situ Gunung.
Pukul 8 pagi, saya bertiga dengan kedua teman saya memulai
perjalanan dari Gerbang Ganesha, Institut Teknologi Bandung. Saya memakai
sepeda tua yang sudah dipasang rak dan pannier untuk membawa peralatan makan
dan tidur, sedangkan kedua teman saya memakai sepeda gunung. Bikecamping,
begitu istilah yang sering dipakai oleh komunitas pencinta bersepeda sambil
membawa barang-barang sambil camping di lokasi yang akan dituju. Dari hasil
penelusuran saya, perjalanan dari Bandung akan menempuh sekitar 120 km, dan karena
saya ingin menikmati perjalanan ini, kami tidak mempermasalahkan kapan kami
akan tiba, yang penting kami bisa sampai di lokasi yang kami tuju.
Perjalanan kami mulai menelusuri ke arah Padalarang,
yang didominasi oleh truk yang
mengangkut batu kapur. Perjalanan terasa cepat, karena jalur yang kami lalui
merupakan jalan raya antar kota, dengan elevasi yang relatif datar dan banyak
menurun.
Setelah mencapai jembatan panjang yang menjadi batas antara
Rajamandala dengan Cianjur, saya menyempatkan diri mengambil foto di atas
sungai Citarum. Setelah jembatan tersebut, di kanan kiri banyak penjual cincau
menjajakan dagangannya, seperti menyambut pelancong dari arah Bandung untuk
beristirahat sejenak sebelum melanjutkan
perjalanan ke arah Cianjur.
Dari Cianjur, jalan raya yang ditempuh datar, dengan
pemandangan sawah padi. Bus mulai tampak berseliweran menemani perjalanan kami.
Disini kesabaran goweser mulai diuji, karena cuaca yang cukup panas (sekitar
jam 10-11 siang), dengan rute yang datar, dan bus-bus besar yang mulai
meng-klakson kami kalau jalan kami terlalu menutupi jalan yang akan mereka
lewati. Yah, memang jika kita berjalan di jalan raya antar kota, kita harus
banyak mengalah dengan pengendara lain dengan ukuran lebih besar, seperti bus
dan truk.
Selepas dari Cianjur dan istirahat Sholat Jumat, saya
melanjutkan perjalanan Cianjur-Warung Kondang. Dari Warung Kondang menuju
perbatasan dengan Sukabumi, perjalanan mulai menanjak perlahan. Menurut saya,
disini rute yang paling menguras tenaga, karena tanjakannya lumayan panjang,
dimulai dari Warung Kondang hingga Gekbrong. Melahap tanjakan ini cukup lama,
karena saya baru masuk ke perbatasan Sukabumi pada pukul 6 malam.
Setelah masuk kota Sukabumi, saya langsung melanjutkan
perjalanan ke Cisaat, untuk melanjutkan perjalanan ke Situ Gunung. Perjalanan
dari Cisaat menuju Kadudampit - Situ Gunung ternyata tidak kalah menantang.
Perjalanan 9 km terakhir merupakan perjalanan paling indah saya. Jalanan
benar-benar sepi (jam 9 malam start dari Polsek Cisaat), dan ketika itu di
Kadudampit, sedang terjadi pemadaman lampu. Jalanan menanjak dari ketinggian 600 meter di Polsek Cisaat,
hingga Situ Gunung di ketinggian 1050 meter, kami bertiga lewati dalam 2 jam,
hingga jam saya menunjukkan pukul 11 malam. Barulah saya mencapai gerbang Situ
Gunung, Taman Nasional Gede Pangrango.
Dari pintu masuk, saya harus menuntun sepeda saya menuju
pinggir danau, karena jalanan berbatu menyulitkan saya untuk menunggangi sepeda
tua saya. Alhamdulillah, setelah menuntun sepeda sekitar 15 menit, saya
mencapai tepi Situ Gunung, dan letih selama perjalanan Bandung-Situ Gunung,
terbayarkan sudah. Keheningan, kesunyian, dan kedamaian, menikmati pantulan
sinar bulan di danau nan asri. Terlebih ketika pagi hari datang, dingin
menusuk, membuat saya enggan untuk bergegas pergi dari indahnya belaian kabut
di Situ Gunung.
0 comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi oleh penulis sebelum tayang. Terima kasih