Tantangan di masa mendatang jauh lebih berat daripada sekarang, jadi bagaimana kita mempersiapkannya? Bukan untuk mundur dengan tantangan yang lebih berat dan mengekang kebebasan kita untuk bergerak maju, namun supaya kita selalu memikirkan bagaimana kita akan bergerak ke depannya. Kita dikekang dalam segala perbuatan kita, dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Sejak awal kita kedatangan adik-adik baru di Institut Teknologi Bandung ini, berbagai larangan telah secara otomatis mereka emban. Larangan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang berbau “OS” yang dilontarkan oleh “pihak-pihak” yang selalu mengkambing hitamkan kegiatan tersebut, yang ingin mendewasakan tanpa memberikan kesempatan untuk berdiskusi dua arah. Itu hanya awal dari perjalanan kader-kader yang katanya masih terbaik bangsa, walaupun secara turun temurun, prestasinya makin menurun karena kita berdiri di atas tongkat kesombongan kita dengan mengemban Institut terbaik bangsa.
Saat kader-kader tersebut masuk sesuai minat dan bakat mereka di jurusan masing-masing, mereka sudah mendapat larangan yang sama untuk tidak mengikuti kegiatan “OS” tersebut. Entah karena ada bayang-bayang kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya, sehingga semua pihak rasanya khawatir akan hal tersebut. Bukan hal yang mudah untuk mengkomunikasikan semuanya, karena kembali lagi, banyak orang-orang tua yang telah ketakutan akan terjadinya kesalahan kecil yang dapat merenggut nyawa anak Adam, dan pintu untuk bernegosiasi akhirnya tertutup. Padahal kalau kalian semua, yang kata mereka “OS”, atau “kaderisasi – begitu saya akan menyebutnya dalam paragraph-paragraf saya berikutnya”, bukan lah untuk kegiatan pembalasan dendam dan peluapan amarah karena dulu mendapat perlakuan seperti itu. Kaderisasi merupakan sebuah penurunan nilai, sebuah pembelajaran, dan tidak hanya berhenti saat seseorang mendapat pengakuan, seperti saat dia dilantik menjadi anggota biasa.
Kaderisasi dimulai sejak seorang anak Adam memilih untuk menangis sejadi-jadinya saat ari-ari perut dia terputus dari ibu-nya. Sampai anak Adam itu mati dan melepaskan nyawa dari tenggorokannya, baru lah perjalanan panjang akan kaderisasi itu usai. Apakah kita memutuskan untuk tidak berkaderisasi (sekali lagi saya ingatkan, kaderisasi adalah proses untuk belajar dan penurunan nilai), dimana saat ini, di Institut Teknologi Bandung ini semua orang-orang tua kita sudah anti dengan kata tersebut? Jawabannya, TIDAK. Karena kita adalah seorang mahasiswa yang menjadi agent of change (agen perubahan), guardian of value (penjaga nilai), dan iron stock (cadangan masa depan), yang harus membuktikan semuanya berdasarkan pendapat yang ilmiah dan bisa dirasionalisasikan dengan baik. Inikah yang harus terjadi, penggundulan terhadap kemahasiswaan kita? Bukan saatnya terlena oleh kondisi kenyamanan yang ada, namun untuk keluar dari sisi kenyamanan tersebut dan mulai memikirkan bagaimana ke depannya.
Apakah saat kita nantinya melupakan proses kaderisasi tersebut, kita akan membiarkan tidak ada nilai yang turun kepada adik-adik kita, yang akan menjadi penerus kita? Apakah kita akan membiarkan dengan seenaknya melupakan perjuangan para pendahulu kita, yang bahkan harus memberontak untuk masuk kampus, saap kampus ditutup oleh militer dan mahasiswa pun terbatas untuk keluar masuk? Jaman kita memang berbeda dengan pendahulu kita tersebut, tidak ada lagi todongan senjata, namun apakah kita akan terlena oleh kamar kosan yang nyaman dengan internet dan televisi kabel di dalamnya, dengan HP di tangan dan hanya dengan beberapa tombol makanan sudah datang di depan pintu kita. Inikah generasi masa depan kita, ini kah para penerus perjuangan Indonesia. Aku yakin kita tidak seburuk itu. Bagaimana sekarang untuk kita bergerak maju, berindak atas dasar keyakinan kita, bahwa PENERUS kita harus lebih baik dari pada kita. Orang-orang yang masih mau meluangkan waktu untuk membahas kasus yang mendera bangsa ini, orang-orang yang membahas ketidak adilan yang terjadi di masa ini, dan orang-orang yang selalu progresif dan bergerak maju, dan selalu mempersiapkan adik-adik terbaiknya untuk menggantikan posisinya di masa mendatang, melalui proses belajar dan penurunan nilai, yang kembali lagi bersinomim dengan kata kaderisasi. Buat saya, buat para penerus saya, saya hanya pesankan, KADERISASI HARGA MATI. Apa pun bentuk tekanan yang kalian hadapi, akan selalu ada solusi untuk melewati semuanya.
Dan terakhir untuk adik-adikku, kalian telah lakukan yang terbaik yang kalian bisa untuk menjalani proses pembelajaran tersebut, dan sekarang kalian telah mendapat hak tersebut, sebuah pengakuan akan keanggotaan kalian dalam Himpunan Mahasiswa Tambang. Namun semuanya akan sia-sia kalau kalian tidak melakukan apa pun untuk HMT ini. Kecintaanku terhadap HMT, teman-teman seperjuanganku, dan para pendahuluku, sudah saatnya kalian teruskan. Aku, teman-temanku, dan para pendahuluku, tetap ingin HMT ada sampai kapan pun. Budaya boleh berubah, namun NILAI TIDAK. Selamat berkarya adik-adikku.
0 comments:
Post a Comment
Komentar akan dimoderasi oleh penulis sebelum tayang. Terima kasih